Cocotan Tentang GoJek Cari Pahlawan

Cocotan Tentang GoJek Cari Pahlawan
Kamis (21042016), bertepatan dengan Hari Kartini, Nadiem Makarim mengajak seluruh driver UberMoto dan GrabBike untuk bergabung dengan GoJek. Ajakan tersebut dia sampaikan melalui kanal video di YouTube. Mungkin dia kepengin menunjukkan bahwa GoJek ndak kalah pamor sama vloger-vloger yang bisa meraup ribuan subscriber dan mailtime itu.
Dari sekian paragraf yang dia sampaikan, ada bagian yang bikin geli-geli basah:
Apa pun keputusan Anda, Anda sudah menjadi pahlawan jalanan di Jakarta. Jangan lupakan itu. Namun, jika Anda punya keinginan membela negara, jika Anda punya semangat '45 yang ingin berkobar, gabunglah dengan karya anak bangsa
Bagi saya itu seperti jargon "cintailah ploduk-ploduk dalam negeri" yang saya yakin sampeyan sekalian sudah tahu udang di balik batunya. Hanya saja Nadiem Makarim menyampaikannya dengan cara heroik, ala bung-bung pejuang jaman dulu. Harusnya, biar tambah mbledos, dia mengunggah video ajakannya itu pada 10 November. Bukan pas Hari Kartini di mana kaum Adam sibuk mengantar pacar, istri atau anaknya nyari sewaan kebaya.
Saya mengakui dan membanggakan dia sebagai anak bangsa yang punya karya (baca = GoJek). Tapi ucapannya yang membawa-bawa pahlawan, bela negara dan semangat '45 sudah mengundang tanggapan negatif dari warga alam maya. Saya pun kurang sreg atas ucapannya itu. Hmm, dia tampaknya ndak pernah nggleniki buku-buku sejarah sampai-sampai ndak ngeh kehidupan nasib kebanyakan pahlawan pembela negara nan bersemangat ampat lima. 
Terkait dengah hal di atas, saya akan memaparkan secara singkat kehidupan pahlawan di negeri ini:
Pahlawan dan pejuang
"Jalan pemimpin bukan jalan yang mudah. Memimpin adalah menderita."
Demikian kata Kasman Singodimedjo saat berkunjung ke tempat tinggal Agus Salim. Semua orang tahu siapa Agus Salim. Beliau adalah diplomat ulung, politikus, poliglot, intelektual kelas berat dan pemimpin redaksi berbagai surat kabar. Tapi sepanjang hidupnya beliau hidup melarat dan miskin. Tinggal di rumah kontrakan yang bila musim hujan selalu becek dan banjir.
Selain Agus Salim, kita juga menemukan kehidupan pahlawan yang semacam itu pada sosok Bung Hatta yang sampai akhir hayatnya tak sanggup membeli sepatu Bally. Begitu pula Soeratin yang tiada daya untuk menebus obat, Bung Karno yang tak pernah punya rumah pribadi dan masih banyak lagi, termasuk simbah-simbah veteran pejuang yang cuma diingat, dielu-elu dan ditalikasihi saat 17 Agustus saja.
Dan asal sampeyan tahu, nasib terbagus pahlawan di negeri ini adalah jadi nama jalan nama pasar, gedung atau stadion. Selebihnya ... entahlah
Pahlawan olah raga
Setiap atlit nasional yang tanding di even-even internasional selalu dikatakan sebagai orang-orang yang membela negara, mengibarkan Merah Putih, mengharumkan tanah air. Jangan tanya pula gimana semangat mereka: pasti full '45!
Sepulang dari even, lebih-lebih bila menggondol medali, mulai dari bandara sampai kampung halamannya pemrentah dan masyarakat mengagul-agulkan mereka sebagai pahlawan. Tapi setelah tak terpakai, mereka tak ubahnya habis manis sepah ditendang. Janji-janji akan hidup layak tak tertepati. Lihat saja, Leni Haini, mantan atlit dayung, yang jadi buruh cuci dan kerja serabutan. Lihat pula nasib miris Marina Segedi, Denny Thios, Suharto, Tati Sumirah, Amin Ikhsan, Hapsani dan masih banyak lagi.
Pahlawan devisa
Katanya, TKI dan TKW adalah pahlawan. Kendati tak mengangkat senjata atau bertanding di cabang olah raga, perjuangan mereka untuk memberikan devisa pada negara juga berdarah-darah lho. Segala macem resiko mereka tempuh, malah ada yang sampai dicambuk, disetrika, diperas, ditipu, diperkaos dan dipancung. Hasilnya? Hidup mereka dan keluarga masih gitu-gitu aja, kalah jauh sama pejabat negara yang bisanya cuma ngomong saja
Pahlawan tanpa tanda jasa
Meski memperoleh gaji bulanan, rata-rata guru di negeri ini cuma anak, istri atau suaminya yang bukan kreditan. Apalagi guru-guru honorer (pahlawan tanpa tanda jasa kuadrat); duh, nasib mereka lebih mengerikan lagi. Masih ingat Bu Adi Meliyati Tameno? Tiga tahun gajinya tak dibayar. Begitu menanyakan nasib gajinya yang per bulan 250 ribu, eee, beliau malah dipecat. Padahal, hasrat beliau mengajar sangat besar. Selama tiga tahun tak dibayar, Yati bertahan hidup dengan mengeluarkan uang pribadinya. Bahkan selama gaajinya mengendap, beliau rela merogoh kocek, membelikan anak-anak didiknya alat tulis seperti pensil, spidol serta papan tulis
Demikianlah sodara-sodari yang budiman, paparan saya tentang pahlawan. Semata-mata jadi pahlawan bukanlah pilihan (tepat). Pahlawan lahir dari ketegaran, ketulusan dan ketanpapamrihan. So, sekali lagi mbok jangan bawa-bawa pahlawan pembela bela negara bersemangat '45 kalau hanya mau merekrut karyawan buat bantu mencari laba. Lagian, memangnya ada negara GoJek? Ndak ada tho. Adanya lhak yo cuma NKRI harga mati.
Maaf banget kalau ada pihak yang tersinggung. Apa yang sampaikan di sini adalah opini saya sebagai rakyat jelata yang ndak paham bisnis dan ilmu marketing. 

Sedang Merindukan Kunang-kunang

Saya pernah tinggal di jaman listrik belum menerangi kampung. Waktu itu, rumah-rumah hanya berpenerangan dian (tinthir), lampu teplok dan bagi yang ekonominya mapan pakai petromaks (orang-orang di kampung saya jamak menyebutnya sebagai strongking). Semuanya berbahan bakar minyak tanah. Sementara kala bepergian malam, penerangnya adalah oncor dari bambu dan senter merk Tiger Head made in China bertenaga batere ABC atau Eveready. Keduanya tak terpakai bila langit cerah dan bulan sedang purnama.
Kampung yang nirlistrik juga berimbas pada kepemilikan televisi. Hanya satu dua orang dengan ekonomi mapan saja yang memilikinya. Televisinya hitam-putih, merk Sharp dan bertenaga aki yang sewaktu-waktu mesti disetrum. Saya masih ingat, tiap malam minggu, hari minggu dan saat Ellyas Pical tanding, rumah si empunya televisi mejadi tempat nonton bareng. Tak jarang, televisi pindah ke teras rumah saking membludaknya penonton. Tapi, alangkah menggerutunya orang-orang yang akan menonton bila si empunya televisi berkata, "Akinya habis."
He'eh, waktu itu televisi memang hiburan paling luks. Selebihnya, orang-orang di kampung saya cuma menggelar tikar di halaman, lesehan dan jagongan sambil sesekali melihat kerlip angkasa dan kunang-kunang. Dan ketika purnama, pemuda-pemuda kampung merayakan malam dengan main gobak sodor di jalan yang tak semulus sekarang.
Merindukan Kunang-kunang
Ngomongin kunang-kunang, waktu itu sungguh ramai berseliweran. Begitu malam turun, makhluk-makhluk mini bercahaya emas itu keluar sarang, menyihir mata bocah-bocah, bahkan tak malu mengerjap-ngerjap dalam rumah. Sayangnya, tak satu pun yang berani mengejar dan menangkap lantaran termakan mitos "kuku orang mati." Mitos yang sebenarnya tercipta akibat para orang tua khawatir anak-anaknya jadi mangsa culik Tak Lentong (Wewe Gombel).
Sekarang ... Duh, saya sangat-sangat sulit menemukan kedip liar kunang-kunang lagi. Mereka raib entah ke mana, kadang menerbitkan rindu dalam kalbu. Pun saya takut nanti anak saya cuma hafal teori tentang kunang-kunang, tapi sama sekali tak tahu bentuk kongkritnya seperti apa. Mungkin kelak saya mesti mengeluarkan ongkos untuk membawa anak saya ke pedalaman Papua dan belantara Borneo─yang makin gundul─demi memperlihatkan kunang-kunang.
Saya jadi penasaran, kenapa tho kunang-kunang jadi langka banget di kampung saya. Saya pun googling-googling untuk mencari penyebabnya. Menurut beberapa situs, tak ada yang tahu pasti penyebabnya. Mereka cuma memperkirakan bahwa penyebab kelangkaan kunang-kunang adalah:
Pembangunan
Spesies kunang-kunang tinggal di ladang, hutan, rawa-rawa dan tepian lingkungan air. Masalahnya, tempat-tempat semacam itu sekarang dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, perumahan dan industri. Perambahan dan penggunaan pestisida juga menghancurkan habitat kunang-kunang
Polusi Cahaya
Kunang-kunang, jantan dan betina, menggunakan kedipan lampu mereka untuk komunikasi; menarik pasangan, mempertahankan wilayah mereka dan memperingatkan adanya predator. Nah, polusi cahaya manusia diyakini mengganggu pola cahaya mereka. Cahaya listrik dari rumah, mobil, toko dan lampu jalan menyulitkan kunang-kunang untuk mengeluarkan sinyal perkawinan. Ini berarti jumlah larva kunang-kunang sangat sedikit
Dua-duanya terjadi di kampung saya. Lampu nyala di sana-sini, pohon-pohon rindang dan belukar di sudut-sudut tegalan dibabat habis. Cuaca yang dari sononya sudah panas, jadi tambah panas saja. Sejauh mata memandang tanah merah membentang, kerontang. Mungkin semua itu biang kerok kenapa kunang-kunang malas menyambangi kampung saya.
Nah, bagi sampeyan yang kampung atau malah kotanya masih ramai kunang-kunang, nikmatilah. Jangan lupa mengajak anak-cucu, sebelum kunang-kunang masuk urutan teratas IUCN Red List. Dan percayalah, makhluk sesepele dan sekecil kunang-kunang pun suatu saat akan membuat kangen kalau mereka sudah musnah. Kata Bung Haji Oma Irama, "kalau sudah tiada, baru terasa."
Pungkasan, saya ingin menyelipkan lirik lagu Kunang-kunang karya A.T Mahmud. Sampeyan mau menyanyikannya sambil keplok-keplok juga boleh.
Kunang-kunang, hendak ke mana
Kelap-kelip indah sekali
Gemerlap, bersinar
Seperti bintang di malam hari
Kunang-kunang, terbang ke sini
Ke tempatku singgah dahulu
Kemari, kemari
Hinggaplah di telapak tanganku

4 Persiapan Sebelum Mencari Cinta

4 Persiapan Sebelum Mencari Cinta
Seorang kawan yang jomblo meminta masukan tentang mencari cinta, cari pacar, pacaran. Terus terang persoalan berat tersebut membuat saya bingung. Lha saya bukan ahli kencan e. Tapi, demi tidak mengecewakan kawan dan menjaga reputasi saya sebagai pria flamboyan (preeeeetttt!!!), saya tetap memberinya masukan.
Masukan-masukan yang saya berikan berdasarkan atas apa yang telah saya pelajari dari pengalaman (bukan pengalaman playboy ataupun penjahat kelamin lho), yaitu persiapan diri. Begini bunyinya:
Tetap baik dalam ketidakpastian
Tak seorangpun yang tahu pasti apakah seseorang akan menemukan pasangan yang pas atau tidak, yang chemistris atau tidak. Jadi, persiapkanlah diri dengan baik untuk menghadapi ketidakpastian itu. Belajarlah menyetabilkan emosi sehingga bila nanti terjadi hal-hal yang tak menyenangkan dalam asmara bisa nyantai untuk berkata, "Aku ra popo."
Jangan muluk-muluk
Kriteria ideal lagi sempurna hanya akan membuat jalan katresnan menjadi lebih sulit, ajur mumur. Jangan belum apa-apa sudah nyinyir, “Dia bukan tipeku. Ganteng sih, tapi ndak punya mobil, gajinya embyeh-embyeh, hidungnya kurang mancung, dandanannya ndak gaul, makan Bengbeng-nya langsung … bla bla bla.” Mending terbuka, penasaran dan telusuri saja apa yang tampak menarik dan bikin deg deg ser: sepele, tapi justru dapat memicu gairah
Melakukan hal-hal yang menarik
Jomblo bukanlah kiamat. Justru saat jomblo kita bisa menjelajahi dunia, memulai sesuatu yang keren, melakukan petualangan, mempelajari keterampilan, menulis, melakukan hal-hal yang berbeda dari kebanyakan, menantang diri sendiri, menakut-nakuti diri sendiri. Dengan begitu kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Kita juga akan memiliki cerita yang layak share untuk pasangan di masa depan
Jaga kesehatan jiwa, raga dan finansial
Tak seorangpun yang mau punya pasangan pecundang, bukan? So, mulailah berolahraga, tingkatkan imtaq-iptek, jauhi mabok dan menabunglah. Jangan lupa juga untuk melunasi segala macem utang dan kreditan
Demikian apa yang saya sampaiken pada kawan saya. Bila ki sanak dan nyi sanak mau menambah, membagi atau mengurangi, saya persilahkan. Matur sembah nuwun. Selamet malem.