Selasa, 15 Maret 2016, sungguh menggiring saya untuk mengucapkan, "Ada apa dengan selasa?" (sorry banget kalau lebay). Betapa tidak, dalam jangka waktu kurang dari tiga puluh menit saya mesti menerima dua kenyataan yang sangat-sangat kontradiktif.
Sore, sekitar pukul 15.20, handphone saya berdering. Sebuah pesan Whatsapp masuk. Pengirimnya seorang kawan dekat yang sudah lima tahun kerja di Lampung dan beristrikan perempuan setempat. Dia mengabarkan kelahiran anak pertamanya. Tak lupa pula dia sematkan foto si jabang bayi yang baru melihat dunia.
"Cowok, Wid."
"Alhamdulillah. Selamat, ya. Normal opo sesar? Anak sak mboke sehat semua tho?"
"Normal. Iyo, sehat kabeh. Nanti tolong kasih lihat sama emakku foto cucunya yo."
"Iyo, iyo. Ini aku segera ke emmakmu."
Saya rasakan ada setitik kekecewaan dalam kebahagiaan kawan saya itu. Sejak sebelum menikah, dia sebetulnya mendambakan punya anak perempuan. Alasannya, kecuali emaknya, semua anggota keluarganya laki-laki; kakak, bapak dan embahnya. Begitu pula dengan keluarganya, juga menginginkan ponakan, cucu dan buyut perempuan. Keinginan tersebut seolah akan terwujud kala sang istri hamil dan calon bayinya, menurut pengintaian USG, berjenis kelamin perempuan. Maka, saking gembiranya, kawan saya kemudian mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan anak perempuan. Termasuk sebuah kamar mungil yang bernuansa pink lengkap dengan dekorasi dan ornamen yang nge-pink pula.
Tapi apa lacur, radar USG yang berulangkali mengatakan perempuan justru bertolak belakang dengan kehendak Tuhan. Buah yang lahir dari rahim istrinya ternyata laki-laki.
Setelah emak, bapak, embah dan kakak kawan saya itu puas melihat foto si jabang bayi, saya segera pulang. Belum penuh pintu rumah terbuka, handphone saya kembali berdering. Jam di handphone menunjukkan 15.45. Sebuah SMS dari kawan setempat kerja masuk:
Dulu, sewaktu masih satu tempat kerja, kami cukup akrab. Orangnya supel, periang dan suka nggojeki. Juga pekerja keras dan terampil. Selain sebagai staf tata usaha, di luar jam kerja resminya itu dia nyambi sebagai kepala proyek pembangunan perumahan dan melayani pesanan segala macem barang mebel. Tak heran bila kepul asap dapurnya lebih tebal ketimbang yang lain. Golongannya memang rendah, namun berkat kerja kerasnya, dia tidak sampai menyekolahkan SK-nya ke bank. Ibarat kata, pangkat kopral gaji jenderal.
Tiga belas tahun dia di tempat kerja saya. Kemudian, setahun lalu dia pindah ke departemen lain yang katanya lebih basah. Sejak itu, saya tidak pernah lagi ketemu ataupun sekedar SMS menanyakan kabar. Sampai akhirnya, ya, saya dengar kabar duka tersebut.
Dia meninggal dalam kondisi yang mengenaskan. Jasadnya di temukan terdampar di tepi laut. Terdapat luka pada wajah dan tengkuknya. Disturbing picture-nya banyak beredar di pesan berantai BBM. Ngeri! Saat ini polisi tengah menyelidiki penyebab kematiannya. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, dia terlibat hubungan terlarang dengan seorang perempuan.
Hmmm, begitulah hidup, begitulah mati. Semuanya misterius. Sementara kita, cuma bisa berbuat sebaik mungkin dalam kemisteriusan tersebut.
Salam.
Sore, sekitar pukul 15.20, handphone saya berdering. Sebuah pesan Whatsapp masuk. Pengirimnya seorang kawan dekat yang sudah lima tahun kerja di Lampung dan beristrikan perempuan setempat. Dia mengabarkan kelahiran anak pertamanya. Tak lupa pula dia sematkan foto si jabang bayi yang baru melihat dunia.
"Cowok, Wid."
"Alhamdulillah. Selamat, ya. Normal opo sesar? Anak sak mboke sehat semua tho?"
"Normal. Iyo, sehat kabeh. Nanti tolong kasih lihat sama emakku foto cucunya yo."
"Iyo, iyo. Ini aku segera ke emmakmu."
Saya rasakan ada setitik kekecewaan dalam kebahagiaan kawan saya itu. Sejak sebelum menikah, dia sebetulnya mendambakan punya anak perempuan. Alasannya, kecuali emaknya, semua anggota keluarganya laki-laki; kakak, bapak dan embahnya. Begitu pula dengan keluarganya, juga menginginkan ponakan, cucu dan buyut perempuan. Keinginan tersebut seolah akan terwujud kala sang istri hamil dan calon bayinya, menurut pengintaian USG, berjenis kelamin perempuan. Maka, saking gembiranya, kawan saya kemudian mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan anak perempuan. Termasuk sebuah kamar mungil yang bernuansa pink lengkap dengan dekorasi dan ornamen yang nge-pink pula.
Tapi apa lacur, radar USG yang berulangkali mengatakan perempuan justru bertolak belakang dengan kehendak Tuhan. Buah yang lahir dari rahim istrinya ternyata laki-laki.
Setelah emak, bapak, embah dan kakak kawan saya itu puas melihat foto si jabang bayi, saya segera pulang. Belum penuh pintu rumah terbuka, handphone saya kembali berdering. Jam di handphone menunjukkan 15.45. Sebuah SMS dari kawan setempat kerja masuk:
Innalillah wa inna ilaaihi rojiun. Tlh meninggal rekan qt Budi (nama saya samarkan). Jnzah akan dikuburkan sore ini jg. Kalau mo layat bareng2.Saya langsung mak tratap, kaget. Ndak nyangka sama sekali dia akan pergi secepat itu.
Dulu, sewaktu masih satu tempat kerja, kami cukup akrab. Orangnya supel, periang dan suka nggojeki. Juga pekerja keras dan terampil. Selain sebagai staf tata usaha, di luar jam kerja resminya itu dia nyambi sebagai kepala proyek pembangunan perumahan dan melayani pesanan segala macem barang mebel. Tak heran bila kepul asap dapurnya lebih tebal ketimbang yang lain. Golongannya memang rendah, namun berkat kerja kerasnya, dia tidak sampai menyekolahkan SK-nya ke bank. Ibarat kata, pangkat kopral gaji jenderal.
Tiga belas tahun dia di tempat kerja saya. Kemudian, setahun lalu dia pindah ke departemen lain yang katanya lebih basah. Sejak itu, saya tidak pernah lagi ketemu ataupun sekedar SMS menanyakan kabar. Sampai akhirnya, ya, saya dengar kabar duka tersebut.
Dia meninggal dalam kondisi yang mengenaskan. Jasadnya di temukan terdampar di tepi laut. Terdapat luka pada wajah dan tengkuknya. Disturbing picture-nya banyak beredar di pesan berantai BBM. Ngeri! Saat ini polisi tengah menyelidiki penyebab kematiannya. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, dia terlibat hubungan terlarang dengan seorang perempuan.
Hmmm, begitulah hidup, begitulah mati. Semuanya misterius. Sementara kita, cuma bisa berbuat sebaik mungkin dalam kemisteriusan tersebut.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar