Angan-angan Setelah Pensiun

Angan-angan Setelah Pensiun
Pagi-pagi, habis mandi dan sarapan sebungkus pecel murah meriang, saya duduk sendirian di serambi sambil ngopi. Ahai, sungguh sedapnyo hari minggu! Musik dan lagu yang mengalun dari speaker handphone menambah sedap suasana.
Ingat musik, saya jadi ingat kata-kata Addie MS bahwa alunan musik terbukti secara ilmiah bisa mempengaruhi mood dan emosi seseorang. Dengan mendengarkan irama musik, seseorang bisa merasa gembira, optimis atau malah nangis sesegukan.
Tiga nomor, masing-masing dari Deep Purple, Godbless dan Metallica, mengalun sudah. Berikutnya, tiba giliran nomor lawas dari Elpamas, Pak Tua:
Kamu yang sudah tua, apa kabarmu
Katanya baru sembuh, katanya sakit
Jantung, ginjal, dan encok, sedikit sarap
Hati-hati Pak Tua istirahatlah
Diluar banyak angin ......
Mmmm, lirik yang sederhana lagi kocak, ditunjang dengan musiknya yang serenyah kacang goreng, sungguh membuat pikiran saya mengangan. Oho, betul nian apa kata Addie MS.
Dalam suasana pagi nan sueeejjuk saya, yang dalam angan-angan adalah seorang pemegang kuasa, tiba-tiba merasa kulit ini mulai keriput, rambut mulai memutih dan perut mulai membuncit. Kiranya sudah sampai saat di mana saya harus pensiun. Meletakkan semuanya, menyerahkannya kepada yang lebih muda, lalu mengucapkan daaaaag. Ah, tapi takkan semudah itu. Hantu-hantu post-power syndrome takkan membiarkan saya leha-leha menikmati masa-masa pensiun. Mulut mereka yang nyinyir pasti akan menyeru di kedua kuping saya:
"Mereka hanya akan merusak apa yang sudah kaubangun! Mereka akan mengejekmu sebagai orangtua yang dungu! Pengorbanan dan kerja kerasmu akan sia-sia! Namamu juga akan berakhir di tong-tong sampah dan tak ada lagi yang mengingat jasa-jasamu! Apa kau rela? Tentu tidak, bukan. Ayo, kembalilah, jangan biarkan mereka membuang dahak di mukamu! Ayo!"
Tapi, bukankah pensiun adalah bagian dari putaran roda bumi? Dulu saya naik menggantikan senior, maka wajar pabila sekarang sayalah yang turun dan digantikan oleh junior. Tak indah rasanya bila saya mengototi perubahan. Pun tak pantas rasanya seorang yang mendekati pikun memegang kuasa. Biarlah, saya ikhlaskan mereka menggantikan saya dan memperbaiki kesalahan-kesalahan saya. Seperti saya memperbaiki kesalahan-kesalahan para pendahulu demi generasi yang akan menggantikan saya ini.
Yup, saya mantep buat pensiun. Persetan dengan post-power syndrome tengik itu!
Cukuplah saya ngemong cucu sambil berkebun di belakang rumah. Menanami sepetak lahan dengan segala macem empon-empon; kunyit, jahe, temulawak, kencur, kunci dan sebagainya. Jantung, ginjal, pinggang dan sarap saya sudah merapuh, tak baik bila terus-terusan minum obat-obatan kimia.
Atau, pada waktu-waktu tertentu, saya dan istri akan pelesiran ke tempat-tempat indah, khususnya yang menyimpan kenangan masa-masa pacaran dulu. Dengan begitu, saya juga bisa sekalian memuaskan hobi fotografi istri saya yang sudah lama dia ampet selama mendampingi kesibukan saya.
Satu lagi. Setelah pensiun, saya bisa kembali mengayuh onthel warisan mertua. Alangkah nyamlengnya, usai shalat subuh mengelilingi kompleks perumahan, menikmati udara yang masih bersih dari asap knalpot. Tak perlu muluk-muluk ikut-ikutan Tour de Banyuwangi Ijen dan Tour de Singkarak. Yang penting badan bisa kemringet, jantung sehat dan pinggang bebas encok. Saat ketemu tetangga pun saya cukup pamer senyum dan mengucapkan selamat pagi, tanpa harus menduplikasi kata-kata di stiker itu: "Piye kabare, isih penak jamanku tho?"
Dan .... Olala, tak terasa kopi tinggal ampas. Angan-angan buyar sudah. Saya kembali sebagai tukang nongkrong yang kelesotan di serambi. Sementara, lagu Pak Tua masih tersisa:
Pak Tua sudahlah
Kami mampu untuk bekerja
Pak Tuaaaaa .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar