Campor, Pengenyang Perut Ala Sumenep

Campor, Pengenyang Perut Ala Sumenep
Bicara soal makanan, Indonesia rajanya. Tiap daerah mesti punya yang namanya makanan khas. Bentuk dan nama boleh sama, tapi khasnya itu lho yang ndak nguati lidah. Nah, untuk urusan makanan khas, Sumenep juga ndak mau kalah. Sebagai bagian dari Madura, Sumenep memang tak bisa lepas dari soto dan satenya, meski sebenernya punya cukup banyak makanan khas lainnya. Salah satunya, rujak campur atau ada yang menyebutnya campur saja (dalam bahasa kami disebut rojak campor atau campor).
Rojak campor atau campor (demi mengurangi kepegelan jari tangan, selanjutnya saya sebut campor saja) memang jenis pengenyang perut yang kampungan, ndeso. Jika dibandingkan dengan sate dan soto Madura, levelnya bagai bumi dan Pluto. Jauuuuuh banget! Mangkanya, saya menuliskannya buat sampeyan. Yah, siapa tahu besok-besok nama dan rasanya bisa menasional.
Entah sejak kapan campor mulai membumi di Sumenep. Pun siapa pionirnya tak jelas. Tapi mungkin, mungkin lho ya, campor merupakan varian dari rujak. Rujak Sumenep-an sendiri memakai bahan-bahan berupa kacang goreng, petis ikan, gula jawa, garam, micin, pisang kluthuk, cuka alami dari nira siwalan dan lombok (opsional). Bahan-bahan tersebut kemudian diulek jadi satu dan dituangkan ke irisan mentimun (mayoritas pakai buah ini), jambu monyet, kedondong ataupun mangga. Rasanya, mirip-mirip pecellah dengan sensasi sedikit kecut dan sepet yang menyegarkan. Lebih nyuss lagi, kalau makannya sambil ngremus krupuk.
Nah, agar bisa sekalian mengenyangkan perut, maka ditambahkanlah lontong, kecambah, kangkung rebus dan di beberapa tempat, juga dituangin kuah soto. Wabil khusus di kampung saya, ada orang-orang yang tidak mau pakai kecambah dan kangkung rebus karena kebiasaan makan mereka yang garingan (tidak pakai sayur). Bahkan, mereka memiliki anggapan bahwa dengan memakan sayuran, mereka tak ubahnya kambing yang makan rumput dan dedaunan.
Campor sendiri lumrah dijual pada kisaran harga 2000-3000 rupiah per porsi jumbo. Betul-betul murah meriang! Tapi, akhir-akhir ini, warung-warung yang menjualnya tidak sebanyak waktu saya kecil dulu. Kalaupun lagi kepengin memakannya, orang-orang lebih suka untuk membuatnya sendiri. Cuma lontongnya saja yang beli di pasar atau di warung-warung soto.
Soal gizi, saya pikir, campor bukanlah makanan yang kaya akan gizi. Kandungan gizinya paling-paling ada pada kacang, kecambah, kangkung, pisang kluthuk dan buah-buahnya. Selebihnya, karena dalam bahan-bahan pembuatnya terdapat micin a.k.a MSG, alangkah baiknya untuk tidak mengonsumsi campor secara berlebihan. Ah, siapa juga yang mau peduli. Makan campor adalah urusan mengenyangkan perut, bukan urusan gizi, vitamin dan higienis. Dan asal sampeyan tahu, abis makan campor, orang-orang di kampung saya minumnya bukan air mateng, air mineral, apalagi teh botol Sosro, tapi air mentah dari sumur. Soal sehat dan sakit pasrah saja sama Gusti Alloh.
Salam settong dereh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar