10 April 2016

10 April 2016
Ini hari yang suci. Hari di mana seorang sedulur bernama Heri dan sigaran nyawanya, Eka, melangsungkan seremoni sakral, mengikrarkan sumpah untuk satu selamanya, manunggal dalam ikatan pernikahan penuh ridho.
Sebagai sedulur, saya turut suka cita. Lha ndak suka cita gimana, lha wong tiga bulan yang lalu Heri nelongso berat e. Saya bahkan kudu nangis pas dengar dia cerita gagal nikah sama seorang wanita. Padahal, dia sudah sreg, si wanita juga sreg, tinggal nyusun agenda pernikahan saja. Eeeh, entah kerasukan demit merkayangan mana, si wanita tiba-tiba mutusin tali katresnan.
Tapi Maret kemarin Heri sudah sumringah. Malah ngasih surpres pada saya bahwa dia akan menikahi seorang akhwat, jilbaban syar'i. Eka, namanya. Cantik, parasnya. Hafal pula belasan juz Al-Qur'an. Sehari-hari ngajar di SMP milik salah satu lembaga keagamaan terbesar di negeri ini.
10 April 2016
Saya kurang tahu gimana hubungan mereka. Menurut Heri sih, dia cuma beberapa kali melihat Eka saat pertemuan formal lembaga (kebetulan Heri ngajar di SD milik lembaga yang sama). Dalam pertemuan tersebut sama sekali tak ada tegur sapa di antara mereka. Wong nama saja sama-sama ndak tahu e. Nah, ndilalah, seorang teman lantas memberi Heri pin milik Eka.
Dengan bondo iseng lagi nekat, Heri pun mem-BBM Eka. Ternyata Eka tak keberatan untuk membalasnya. Proses BBM-an rupanya segera membuat Heri jatuh cintrong. Maka, lagi-lagi dengan bondo nothing to lose, Heri menyatakan perasaannya, masih lewat BBM. Sekali bilang serius, eh, Eka langsung ngajak nikah dan minta Heri lekas-lekas melamarnya. Ndak perlu pake yang-yangan, kencan, apalagi cipok-cipokan dulu. Takut muncul fitnah juga, katanya
10 April 2016
Manten anyar
Praktis, sebelum menikah, mereka hanya BBM-an. Itupun cuma sekitar satu bulanan, tanpa polesan rayuan gombal, cukup pake kalimat-kalimat khas ikhwan-akhwat: antum, ana, afwan dan semacemnya.
Atas pernikahan mereka, saya kok curiga. Jangan-jangan ini punya korelasi dengan ucapan Heri. Dulu, waktu masih kuliah dan masih nyandu ciu, dia pernah ngomong sambil prengas-prenges dan nglepus rokok. Kurang lebih begini:
"Mo, besok aku kepengin punya istri akhwat yang cuantik. Hehehehehe ..."
"Wujudmu tukang mendhem gitu kok mau dapat akhwat. Opo ono akhwat nyenengi tukang mendhem?"
"Hehehehe ... Sopo ngerti iso ngono tho, Mo, Mo."
Ya, bisa jadi ucapan itu salah satu gara-garanya. Bukankah para orangtua sering bilang kalau apa yang keluar dari mulut kita, baik maupun buruk, merupakan do'a. Pun terserah Allah mau ngabulin do'a yang dipanjatkan habis tahajud atau serapah yang diucapkan pemabuk di kompleks pelacuran. Kata MNCTV, inilah Rahasia Ilahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar