Cerita Lain Dari Kampung Madura

Cerita Lain Dari Kampung Madura
Andai saya meminta sampeyan untuk menggambarkan orang Madura, saya percaya sampeyan akan memberikan jawaban utama yang mainstream lagi jadoel: brangasan dan tukang carok. Saya tidak mengingkarinya, tapi saya juga ingin menegaskan bahwa tidak semuanya begitu. Masih jauh lebih banyak yang andhap asor, cinta damai dan lucu.
Lucu? Iya. Ndak percaya? Silahkan sampeyan googling-googling dengan kata kunci "mati ketawa ala orang Madura." Saya jamin sampeyan akan menemukan kisah-kisah tentang perilaku lucu orang Madura.
Sebagai seorang yang punya darah Madura dan sejak orok tinggal di Madura, saya lumayan akrab dengan kelucuan orang Madura. Saya ndak mau bahas yang jauh-jauh, cukup seputaran kampung dan kawan-kawan saya saja.
Uang Rokok dari Pak Haji
Suatu hari, seorang kawan setongkrongan saya mau ke warung. Naik motor, melintas di jalan depan rumah seorang bapak-bapak pensiunan yang baru pulang berhaji. "Pak," sapanya pada Pak Haji. Tapi Pak Haji tak menjawab, cuek. Tak lama kemudian, kawan saya balik dari warung. Sebelum kawan saya menyapa, Pak Haji yang sudah stand by di pinggir jalan memintanya untuk berhenti.
"Ada apa, Pak Haji?"
"Eh, Cong, lain kali panggil aku Haji atau Pak Haji. Jangan Pak saja, ndak sopan."
"Hehehehe. Maaf, tadi lupa kalau panjenengan sudah haji."
"Rokokmu apa, Cong?"
Pak Haji merogoh kantong baju kokonya.
"Surya 16, Pak Haji."
"Nih, duapuluh ribu. Tapi ingat apa kataku barusan!"
"Wah, kalangkong, mator sakalangkong! Hehehehe."
Berani Tekor, Berani Ndak Kesohor
Di kampung saya, sudah jarang orang pergi ke dukun untuk minta penglaris, bikin kulit kebal, nyembuhin penyakit nonmedis ataupun melet cewek. Mereka justru lebih sering menggunakan jasa dukun untuk memenangkan suatu pertandingan. Mulai pertandingan bola volli, sepak bola, tarung ayam sampai balap kelereng.
Ya, itu betul-betul terjadi di kampung saya. Demi menjadi jawara di ajang balap kelereng, kawan-kawan saya tidak eman untuk mengeluarkan 100-150 ribu. Dengan duit sebanyak itu mereka hanya memperoleh beberapa butir kemenyan dan kertas berisi mantra dari sang dukun. Sambil membaca mantra, mereka kemudian mengasapi kelereng andalannya dengan bakaran kemenyan.
Kalau hadiahnya Mio atau iPhone sih ndak masalah keluar modal segitu. Lha wong hadiahnya cuma seekor ayam potong sama jam seharga 20 ribuan tok. Itupun kalau juara. Tapi memang begitulah adanya.
Bus Akas
Akas adalah nama sebuah bus AKDP (Madura-Jawa Timuran) legendaris yang sampai saat ini masih beroperasi di Madura. Saking legendarisnya, orangtua di kampung saya tidak bisa membedakan mana bus mana Akas. Bagi mereka, bus adalah Akas dan Akas adalah bus. Tentang hal ini saya punya pengalaman.
Jadi, waktu itu saya mau mudik ke Sukohardjo. Namanya orang kampung, saya pamitan dulu ke beberapa tetangga, termasuk tetangga yang sudah sepuh.
"Nanti kamu naik apa ke Jawa?"
"Naik Damri, Mbah."
"Ooo, Akas Damri, ye ...."
Sedia Payung Sebelum Hujan
Cerita ini berasal dari kawan saya yang juga mendengarnya dari pakliknya.
Seorang Markus (Makelar Kasus) dimintai tolong oleh seorang juragan yang perahunya ditangkap pihak berwajib gara-gara surat-suratnya ndak komplit. Perahu tersebut bermuatan BBM. Nah, agar perahu beserta muatannya aman dan dirinya lolos dari jerat hukum, si juragan maunya nyogok silit saja.
Akhirnya, setelah Markus loba-lobi sana-sini, tercapailaah kesepakatan terselubung bahwa si juragan harus menyetorkan uang sejumlah 50 juta. Tapi si juragan malah memberi 150 juta. Tentu saja Markus heran.
"50, Pak, bukan 150."
"Yang 50 untuk sekarang. Yang 100 untuk dua kali pelayaran berikutnya, Mas. Paham?"
Markus cuma nyengir kuda.
Sudah dulu ya. Saya mau ngeloni guling, sudah malem. Soal lucu apa ndak, saya serahkan sepenuhnya pada sampeyan. Mau ketawa silahkan, mau mesem boleh, mau geleng-geleng kepala saja lha kok yo kebangeten.
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar