Curhatan Tukang Ojek Pengkolan

Curhatan Tukang Ojek Pengkolan
Sebenernya saya muak sama sinetron-sinetron yang kelayapan di berbagai stasiun televisi nasional. Tapi kemuakan saya kemudian terobati oleh Preman Pensiun. Kehadiran Preman Pensiun, bagi saya, tak ubahnya oase di tengah padang gurun. Saat sinetron-sinetron lain menampilkan hal-hal yang mboseni, Preman Pensiun mendobrak tradisi persinetronan tersebut dengan kocak lagi bermakna. Saya pun tak perlu menyesali jika Preman Pensiun tamat riwayat karena memang begitulah seharusnya sebuah sinetron: punya ending yang jelas.
Setelah Preman Pensiun betul-betul pensiun, saya mengalihkan tontonan pada Tukang Ojek Pengkolan (TOP). Dulu, Tukang Ojek Pengkolan biasanya tayang sesudah Preman Pensiun. Namun karena waktu itu saya lebih terpukau pada Preman Pensiun, maka saya kerap melewatkan aksi-aksi three musketeers pangkalan ojek tersebut.
Sebagaimana Kang Muslihat cs, Tukang Ojek Pengkolan juga mengusung genre komedi. Itulah alasan utama saya untuk sudi menontonnya. Alasan lainnya adalah penampilan para pemerannya yang cenderung natural, simpel dan apa adanya sehingga saya seakan melihat kehidupan sehari-hari. Kendati konflik dalam ceritanya datar-datar saja (tak setajam Preman Pensiun), tapi karakter khas masing-masing pemeran bisa menutupinya. Misalnya, mertuanya Ojak yang bikin geregetan dengan kalimat "oooo, seperti itu" dan Purnomo, jomblo ngenes pengejar wanita-wanita cakep yang anti purno itu.
Oh iyo ding, keaktifan mulut pemeran-pemeran Tukang Ojek Pengkolan pun memberi alasan tersendiri bagi saya untuk menontonnya. Maksud saya, tidak ada adegan-adegan ngomong dalam hati seperti kebanyakan sinetron yang memuakkan itu. Kata bapak saya, jauh lebih bagus ngomong langsung lewat mulut ketimbang ngomong dalam hati.
Tapi, lantaran ada titipan dari obat flu dan multivitamin, saya kemudian menghela napas. Sebetulnya sah-sah saja sih, wong film-film box office tak jarang juga nyelipin sponsornya dalam adegan. Bedanya, tampilan sponsor di film-film tersebut samar dan mantep, sedangkan di Tukang Ojek Pengkolan ndak masuk akal. Lha mosok iyo, belum ada sepuluh detik minum multivitamin sudah bilang, "Ay-ay langsung semangat nih, Bun-bun!" Kan pembodohan tuh namanya. Kalau mau bikin efek ajaib pada multivitamin atau obatnya mbok yao jangan di adegan-adegan yang sudah kelihatan alami. Slot iklan di televisi kan masih bejibun, masih turah-turah. Di situ saja mainkan efek-efek ajaibnya.
Btw, kalau boleh usul, mending sponsornya TOP Coffee. Lebih klop, TOP ketemu TOP. Habis nyeruput kopi mau bilang "wow, kopi ini nikmat banget!" juga ndak apa-apa, sangat masuk akal. Untuk kopi, minumnya di detik pertama, nikmatnya langsung terasa setengah detik kemudian. Nyusss!
Ah, sudahlah. Overall, saya tetap suka Tukang Ojek Pengkolan. Mudah-mudahan sinetron ini tidak molor lagi ngelantur gara-gara rating dan sponsor. Saya ndak kepengin nanti Tukang Ojek Pengkolan nyusul tukang bubur ke Mekah buat naik haji. Segeralah punya ending. Manis, asem, asin saya siap menerima endingnya. Sesiap saya untuk mencintai Iiiiiiii ... Neke.
Plakkk!!! Aduh, ampun, Dik. Ini cuma postingan, ndak beneran kok. #BojokuNgamukCah

2 komentar:

  1. favorit saya jg tuh TOP...realistis...salam kenal ditunggu kunjungan baliknya...sukses selalu...

    BalasHapus